Si Fakir Sang Penghuni Langit
Siapa sangka si Fakir yang kesehariannya hanyalah seorang pengembala domba ternyata disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai sang penghuni langit? Benar saja, ialah Uwais Al-Qorni seorang pemuda Yaman biasa yang dikenal miskin dan memiliki penyakit kulit. Meskipun demikian, kemuliaan akhlak dan baktinya Uwais Al-Qorni kepada Ibundanya itulah yang menjadi sebab begitu dimuliakannya Uwais Al Qorni baik di bumi dan juga di langit.
Suatu ketika Ibunda Uwais Al Qorni meminta sesuatu permintaan yang dengan keterbatasan Uwais sulit untuk dikabulkan, “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji.”
Mendengar pinta sang Ibu, Uwaispun termenung dan memikirkan bagaimana bisa Ia dan Ibundanya melakukan perjalanan jauh ke Mekkah sedangkan Ia sendiripun tidak mempunyai kendaraan dan bekal sama sekali.
Tidak langsung menyerah, Uwais terus berpikir bagaimana cara yang bisa Ia lakukan untuk mewujudkan pinta sang Ibu hingga pada akhirnya Uwais memutuskan untuk membeli seekor anak lembu yang Ia buatkan kandangnya di puncak bukit. Dan tanpa disangka setiap pagi Uwais selalu bolak-balik menggendong anak lembu itu untuk naik turun bukit meskipun perbuatannya menimbulkan celaan dari orang lain, “Uwais gila… Uwais gila…” Maka, bukan Uwais Namanya bila Ia lantas menyerah, semakin hari lembu itupun semakin besar, artinya beban yang dipikul Uwaispun semakin besar tetapi semakin lama itu pulalah Uwais menjadi terbiasa menggendong anak lembu tersebut untuk naik-turun bukit.
Delapan bulan berlalu, kini lembu itu telah seberat 100 kilogram dan artinya semakin kuat dan terbiasa juga otot Uwais untuk memikul beban di pundaknya. Ternyata inilah satu dari sekian banyaknya perjuangan dan bakti Uwais kepada sang Ibu, hal sedemikian dilakukan Uwais semata-mata sebagai latihan bagi Uwais untuk menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah.
Sampai tibalah waktunya saat sang Ibu dan Uwais melaksanakan wukuf di Ka’bah, dan dengan khusu’nya Uwais berdoa, “ Ya Allah ampunilah semua dosa Ibu.” Mendengar do’a putranya sang Ibupun bertanya, “Lantas bagaimana dengan dosamu?.” Uwaispun menjawab dengan kemuliaan hatinya, “Dengan terampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari Ibulah yang akan membawaku ke surga.”
Dengan ketulusan hati Uwais Al Qorni, Allah Subhanahu wata’aalaa pun mengabulkan do’a serta memberikan karunia untuknya. Uwais kemudian sembuh dari penyakit kulitnya dan hanya tersisa bulatan putih di tengkuknya yang kelak menjadi penanda dari Rosulullah untuk Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib.
Selepas peperangan Rosulullah pun kembali ke Madiah dan disampaikan oleh Aisyah R.A bahwa sebelum kedatangan Rosulullah ada seorang laki-laki yang mendatangi rumahnya guna mencari Rosulullah. Akan tetapi, lelaki itu tidak bisa berlama-lama karena sudah ditunggu oleh Ibunya yang tengah sakit.
Mendengar kabar tersebut dari Aisyah R.A tersebut Rasulullah berkata bahwa orang tersevut adalah seorang yang dimuliakan, sang penghuni langit. Maka, Rosulullahpun berpesan pada Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib, “Suatu Ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan orang bumi.” “Jika kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikan Ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Sepeninggalan Rosulullah dan tibalah di masa kepemimpinan Umar bin Khathab beliaupun teringat dengan wasiat Rosulullah dan menyampaikannya kembali ke Ali bin Abi Thalib. Maka, disaat rombongan dari Yaman datang ke Madina Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib hendak bergegas mencari adakah keberadaan Uwais Al Qorni dalam rombongan itu.
Sampai tibalah waktu dimana mereka di pertemukan, tampak jelas pancaran cahaya dari wajah Uwais seraya Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib memohon untuk Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. Mulanya Uwais menolak, tetapi setelah mendengar penjelasan dari Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib maka Uwaispun melaksanakannya dan meminta Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib untuk merahasiakan karunia yang dimiliki oleh Uwais, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya biarlah hamba yang fakit ini tidak diketahui orang lagi.”
Tahunpun berganti, tibalah masa dimana Uwais Al Qarni berpulang kerahmatullah dan saat inilah Allah memperlihatkan kemuliaan yang dimiliki Uwais baik kepada penduduk bumi dna juga langit. Dihari pemakaman Uwais banyak sekali orang yang turut andil untuk memandikannya, mengkafaninya, menggali kuburnya, sampai turut mengantarkannya sampai ke liang lahat. Sontak fenomena tersebut membuat penduduk Yaman terheran-heran karena selama ini mereka hanya mengenal Uwais sebagai seorang yang fakir dan berpenyakit kulin. Lantas siapakah orang-orang yang datang di pemakaman Uwais yang tidak diketahui identitas serta dari mana datangnya itu.
Selepas penggilan Uwais Al Qorni cerita kemulian dan karunia yang Allah subhanahu wata’aalaa berikan itupun tersebar ke seluruh penjuru negeri dan berdasarkan fenomena itulah para penduduk bumi tau bahwa Uwais bukan hanya penduduk bumi, melainkan juga penghuni langit.
Dari kisah Uwais Al-Qorni inilah kita bisa mengetahui bahwa surga seorang anak terletak pada ridho dan baktinya Ia kepada kedua orang tuanya. Mari kita berlomba-lomba dalam meraih ke Ridhoam Allah, Rosulullah, juga kedua orang tua kita. Dan jangan risau, sekalipun kedua orang tua kita telah lebih dahulu berpulang sebagai seorang anak kita tetap bisa mendoakan dan menunaikan amalan sholeh yang diperuntukan kepada kedua orang tua kita.
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أُمّـِيْ افْـتُـلِـتَتْ نَـفْسُهَا وَلَـمْ تُوْصِ فَـأَظُنَّـهَا لَوْ تَـكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَـهَلْ لَـهَا أَجْـرٌ إِنْ تَـصَدَّقْتُ عَنْهَا وَلِـيْ أَجْـرٌ؟ قَالَ نَعَمْ فَـتَـصَدَّقَ عَـنْـهَا.
Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)? Beliau menjawab, “Ya, (maka bersedekahlah untuknya)”.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma:
أَنَّ سَعْـدَ بْنَ عُـبَـادَةَ -أَخَا بَـنِـيْ سَاعِدَةِ- تُـوُفّـِيَتْ أُمُّـهُ وَهُـوَ غَـائِـبٌ عَنْهَا، فَـقَالَ: يَـا رَسُوْلَ اللّٰـهِ! إِنَّ أُمّـِيْ تُـوُفّـِيَتْ، وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، فَهَلْ يَنْـفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ بِـشَـيْءٍ عَنْهَا؟ قَـالَ: نَـعَمْ، قَالَ: فَـإِنّـِيْ أُشْهِـدُكَ أَنَّ حَائِـطَ الْـمِخْـرَافِ صَدَقَـةٌ عَلَـيْـهَا.
Bahwasanya Sa’ad bin ‘Ubadah saudara Bani Sa’idah ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan ia tidak berada bersamanya, maka ia bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan aku sedang tidak bersamanya. Apakah bermanfaat baginya apabila aku menyedekahkan sesuatu atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan engkau saksi bahwa kebun(ku) yang berbuah itu menjadi sedekah atas nama ibuku.” Artikel by AmandafannySP